Pada tahun 1988 tepatnya bulan Oktober menjadi faktor utama terjadinya booming pendirian bank dengan memberikan kemudahan bagi para investor. Dalam kurun waktu 3 tahun sesudahnya, tercatat jumlah bank meningkat dari 111 bank pada tahun 1988 menjadi 182 bank pada pertengahan 1991. Pertumbuhan bank beserta kegiatan penyaluran dana bank yang luar biasa tersebut akhirnya berujung pada tindakan kebijakan uang ketat (Tight Money Policy) yang diambil oleh Bank Indonesia pada Tahun 1990.
Kemudian sampai Pertengahan hingga akhir Januari 2010, Indonesia dihebohkan pembobolan banyak rekening nasabah bank, khususnya via mesin ATM (anjungan tunai mandiri). Hampir semua berita di berbagai media menurunkan headline kasus ini. Kasus pembobolan rekening ini bermula di Bali. Bank Indonesia (BI) mencatat ada 13 ATM milik enam bank yang rekening nasabahnya dibobol, yakni BCA, Bank Mandiri, BNI, BRI, Bank Permata dan BII. Bahkan, di salah satu bank, ada 236 rekening yang dibobol dengan kerugian mencapai Rp 4,1 miliar.
Belakangan ini , kasus pembobolan dana nasabah melalui ATM itu tidak hanya terjadi di Bali, melainkan juga di beberapa daerah, seperti Mataram, Medan, Yogyakarta, dan Jakarta. Diperkirakan total kerugian nasabah dari beberapa bank di sejumlah wilayah di Indonesia hingga tulisan ini dibuat telah mencapai lebih dari Rp 17,4 miliar.
Menurut analis forensik digital (Ruby Alamsyah) , modus yang digunakan pembobol ATM ini adalah teknik skimming atau pencurian data magnetic stripe kartu ATM yang dikombinasikan dengan PIN capture (pengintipan PIN—personal identity number). Pelaku menyiapkan satu set alat skimmer yang dipasang di mulut ATM untuk mengopi data kartu ATM. Adapun untuk mencuri PIN nasabah, pelaku memasang spy cam yang diarahkan ke keypad. “Ada juga yang menggunakan keypad palsu, sehingga meskipun ditutup tangan tetap terekam,” ungkap Ruby. “Jadi, ini bukan cyber crime, tetapi lebih ke physical crime. Pelaku tidak perlu mengerti TI. Kalau cyber crime sudah menyentuh sistem, sedangkan pelaku pada kasus pembobolan ATM tidak menyentuh sistem, skimmer berada di luar (sistem).”
Ada pula beberapa contah lagi seperti pada Bank Danamon ini adalah bobolnya kartu kredit salah satu nasabah, yang diperkirakan ini ulah pegawai dalam bank lagi yang pastinya mereka tau system informasi yang dipake oleh system kartu kredit ini.
Mungkin dengan beberapa pengamat perbankan atau bankir tentang kurangnya pengamanan bank danamon ini contohnya dalam pengunaan kartu kredit dalam jumlah besar yang pengamananya tidak ketat sehingga membahayakan para pemakai kartu kredit dan pengamanan terhadap transaksi online. Bank Danamon seharusnya melakukan pengawasan ketat contohnya dengan melakukan pengawasan berganda, maksudnya setiap transaksi yang nilainya cukup besar misalnya diatas 5 juta atau ada standar khusus pada kartu tersebut, maka pihal bank harus mengkonfirmasi pemegang kartu, apakah ia benar-benar akan melakukan transaksi.
Bank Danamon mampu melanjutkan penyempurnaan yang sedang berlangsung untuk memastikan kecukupan pengamanan TI bagi server, jaringan dan desktop, termasuk dengan meningkatkan pemantauan. Bank Danamon ini telah menyelesaikan evaluasi terhadap core banking system yang baru untuk menangani berbagai kebutuhan bisnis Bank Danamon dan jaringan cabang yang semakin luas. Setelah di implementasika sepenuhnya core banking system yang baru untuk meningktkan kapasitas dan keandalan system TI untuk melayani lebih dari 10 juta nasabah. System ini akan meningkatkan fleksibilitas kecepatan dan kualitas pelayanan untuk memenuhi berbagai kebutuhan nasabah. Tahap pertama, khususnya bagi DSP akan diimplementasikan pada awal tahun 2007 dan tahap berikutnya bagi bisnis konvensional pada akhir tahun 2008.